ULTIMATUM: Bendera Arab Saudi -Foto dok cnnindonesia.com |
RILISKALIMANTAN.COM, JAKARTA - Arab Saudi kembali mengultimatum Israel untuk segera menyetop agresi di Jalur Gaza, Palestina.
Saudi menegaskan keinginan Israel untuk normalisasi dengan Riyadh tak akan pernah terwujud jika masih melancarkan agresi ke Palestina.
Duta besar Saudi untuk Amerika Serikat, Putri Reema binti Bandar al-Saud, mengatakan pihaknya tak akan melanjutkan pembicaraan mengenai normalisasi jika Israel masih terus melancarkan serangan ke Gaza.
"Saya kira hal yang paling penting untuk disadari adalah Saudi belum menempatkan isu normalisasi [dengan Israel] sebagai fokus kebijakannya. Saudi menempatkan perdamaian dan kemakmuran sebagai fokus utama," kata Putri Reema kepada panel di Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss.
"Saudi sudah cukup jelas. Jika masih ada kekerasan di lapangan dan pembunuhan terus berlanjut, kami tidak bisa membicarakan tentang hari setelah perang," lanjut dia, seperti dikutip AFP, Kamis (18/1/2024).
Ini merupakan ultimatum baru Saudi setelah sebelumnya mendesak Israel berkomitmen atas pembentukan negara Palestina, sebagai bagian dari wacana rujuk serta bagian dari rencana rekonstruksi Gaza pascaperang.
Rencana ini merupakan hasil kerja keras Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken yang berkunjung ke Timur Tengah pekan lalu untuk membujuk dan melobi negara-negara kawasan tersebut agar mau membantu membangun kembali Gaza ketika perang berakhir.
Kendati begitu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak wacana tersebut. Dia menegaskan negaranya tak siap untuk membuat kesepakatan yang memungkinkan terbentuknya negara Palestina.
Saudi dan Israel sempat mencapai tahap signifikan untuk normalisasi hubungan usai bertahun-tahun bersitegang.
Namun, imbas agresi Israel di Gaza, Saudi membatalkan rencana untuk rujuk tersebut.
Arab Saudi tidak pernah mengakui Israel dan tidak ikut dalam Abraham Accords 2020, sebuah perjanjian yang ditengahi AS antara Israel dengan sejumlah negara Arab dan mayoritas Muslim untuk memulihkan kembali hubungan diplomatik.
Sumber: cnnindonesia.com