Trending

Masalah Kelangkaan Beras, Pengusaha Trauma Seperti Kasus Minyak Goreng

 

KRISIS BERAS: Krisis Beras di Ritel bisa jadi 'dejavu' kasus Minyak Goreng -Foto dok finance.detik.com


RILISKALIMANTAN.COM, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta pemerintah jangan memberikan solusi untuk masalah kelangkaan beras di ritel ditindaklanjuti seperti kasus minyak goreng pada 2 tahun lalu. Karena pada saat itu, peritel dijanjikan akan mendapatkan ganti selisih harga setelah menjual minyak goreng murah.

Namun, nyatanya sampai 2 berselang sejak Januari 2022, pemerintah belum membayar utang program satu harga minyak goreng (rafaksi).

"Karena ini masalahnya seperti minyak goreng Januari 2022 itu, yang rafakasinya belum dibayar. Itu kan kejadiannya sama seperti ini, minyak goreng dijual mahal, ritel nggak bisa beli dari produsen. Kemudian pemerintah katanya mau memberikan subsidi rafaksi itu, katanya subsidinya akan dibayarin. Kita nggak mau lagi dijanjiin pemerintah seperti dulu. Rafaksi aja belum dibayar. Masih trauma," kata Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey kepada detikcom, Senin (11/2/2024).

 

Untuk itu, Roy mengatakan pengusaha ritel mengusulkan dua solusi agar kelangkaan ini tidak berlarut. Pertama, meminta relaksasi harga eceran tertinggi (HET) beras untuk di ritel.

Jadi, Roy menjelaskan, relaksasi HET di sini adalah, pengusaha ritel meminta dipertemukan dengan produsen bersama pemerintah. Pertemuan itu membahas terkait harga beras premium yang akan dijual di rite, seperti kesepakatan HET beras premium di ritel.

"Ini baru Jumat akan dibahas, untuk mencari harga tengah. Tentunya produsen nggak mau jual di bawah HET, jadi ada harga tengah, sehingga peritel juga nggak beli mahal, jual rugi. Produsen juga jangan memanfaatkan keterbatasan beras untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan harga semahal-mahalnya," jelasnya.

Roy mengatakan HET ini bisa bersifat sementara hingga harga beras kembali normal. "Jadi HET ini sampai harga kembali relatif lagi," tambahnya.

Kedua, pengusaha meminta agar pemerintah melalui Perum Bulog memberikan kepastian pasokan beras Stabilitas Pasokan Harga Pangan (SPHP) di seluruh ritel di Indonesia. Hal ini untuk menutupi kekosongan stok selama sebulan ini.

"Alternatif kedua, Bulog menjamin beras medium di seluruh ritel dengan merata selama bulan Februari," jelasnya.

Roy menegaskan, jika kedua solusi ini tidak dilakukan, maka dipastikan akan terjadi kelangkaan beras di ritel. "Kalau dua ini nggak dilakukan, pasti langka," tambahnya.

Sebagai informasi, saat ini terjadi kelangkaan beras pada mini market hingga supermarket di sejumlah daerah. Roy menyebut, kelangkaan terjadi karena pengusaha saat ini menahan pembelian pasokan baru dari produsen atau distributor.

Pengusaha ritel belum membeli stok baru dari produsen karena harga jual yang ditawarkan melonjak sangat tinggi 2%-30% dari sebelumnya. Roy mengatakan hal tersebut berdasarkan surat pengumuman dari produsen dan distributor kepada ritel.

"Kami disurati oleh produsen kalau mau dapat pengiriman beras bulan ini, Februari, maka harganya naiknya sekian. Nggak tanggung-tanggung, naiknya sekitar 20%-30%, bahkan ada yang lebih dari itu. Kita mau beli, tapi harga mahal, misal harga beras Rp 18.000 pe kg, masa kita jualnya Rp 13.000 atau Rp 15.000, masa beli mahal, jual rugi, nggak ada hitungannya di ritel" jelas Roy.

Saat ini ritel hanya menjual stok beras dari cadangan yang ada di gudang. Di mana beras tersebut masih dengan harga sebelumnya. Menurutnya, jika sudah terjadi kekosongan, artinya cadangan di gudang juga sudah habis.

"Beberapa ritel terutama di Jabodetabek ini masih menjual stok sisa yang ada di cadangan gudang mereka, (kalau stok habis) ya artinya sudah habis karena sudah dijual stok cadangan gudang mereka," pungkasnya.

Sumber: finance.detik.com

Lebih baru Lebih lama