MATA UANG: Ilustrasi pertukaran mata uang - Foto Dok Liputan6.com |
RILISKALIMANTAN.COM, KALSEL – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada awal perdagangan Senin pekan ini. Meskipun menguat di awal perdagangan, analis mengingatkan adanya potensi pelemahan jelang pelantikan Presiden Terpilih AS Donald Trump.
Pada Senin (20/1/2025), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank menguat 19 poin atau 0,11 persen menjadi 16.361 per dolar AS dari sebelumnya sebesar 16.380 per dolar AS.
Pengamat pasar uang Ariston Tjendra mengatakan nilai tukar rupiah bisa mendapatkan imbas positif hari ini kendati risiko pelemahan masih terbuka di kemudian hari.
“Pidato Trump yang provokatif mengenai tarif bisa mendorong pelemahan rupiah lagi besok,” ujarnya.
Indeks dolar AS pada pagi ini mencapai 109,33, lebih tinggi dibanding Jumat 17 Januari 2025 yang bergerak di bawah 109.
Faktor ini dipengaruhi data produksi industri dan manufaktur AS bulan Desember 2024 yang dirilis pada Jumat kemarin menunjukkan pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya. Masing 0,9 persen month to month (MoM) dari sebelumnya 0,2 persen MoM, dan 0,6 persen MoM dibanding November 2024 yang sebesar 0,4 persen MoM
“Hasil ini membantu mendorong penguatan indeks dolar AS pagi ini,” ucapnya.
Di sisi lain, lanjut Aris, pelaku pasar mungkin melakukan konsolidasi menantikan pidato Presiden AS terpilih Donald Trump mengenai arah kebijakan ekonomi dan politik yang bisa jadi disampaikan dalam pelantikan dirinya pada hari ini.
“Pagi ini, market AS terlihat positif, nilai tukar regional menguat terhadap dollar AS, indeks saham utama seperti Nikkei Hangseng Kospi juga terlihat positif. Rupiah bisa mendapatkan imbas positif hari ini,” ungkapnya.
Aris memprediksi peluang penguatan ke arah 16.300 per dolar AS dengan potensi pelemahan ke arah 16.400 per dolar AS untuk hari ini.
Sebelumnya, Keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga acuan baru-baru ini diproyeksikan akan memberikan angin segar bagi pasar obligasi domestik. Langkah ini dinilai dapat meningkatkan minat investor terhadap obligasi, baik dari kalangan institusional maupun individu.
Penurunan suku bunga biasanya berdampak positif pada harga obligasi di pasar sekunder. Obligasi dengan kupon tetap menjadi lebih menarik karena memberikan imbal hasil lebih tinggi dibandingkan suku bunga baru.
Penurunan suku bunga BI juga berpotensi mendorong peralihan dana dari deposito ke obligasi. Dengan imbal hasil deposito yang semakin kecil, investor ritel kemungkinan akan melirik obligasi pemerintah maupun korporasi sebagai alternatif investasi.
Merujuk riset Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Jumat (17/1/2025), selisih antara imbal hasil US Treasury dan INDO GBs untuk seri 10Y telah menyempit, memberikan tekanan lebih lanjut pada Rupiah.
Arus masuk asing ke pasar obligasi menurun tajam pada kuartal IV 2024 dan hingga awal 2025, didorong oleh kinerja ekonomi AS yang lebih kuat dari perkiraan dan meningkatnya ekspektasi kebijakan proteksionis di bawah Presiden terpilih Donald Trump.
Hal ini juga berdampak pada pasar ekuitas, dengan arus keluar yang signifikan tercatat pada kuartal IV 2024 dan YTD 2025, menambah tantangan pasar modal. Meskipun terjadi kenaikan tajam dalam imbal hasil US Treasury, imbal hasil riil pada US Treasury 10Y hanya 2,0%, sedangkan INDO GB 10Y menawarkan imbal hasil riil sebesar 5,7%, didukung oleh inflasi moderat Indonesia.
"Perbedaan imbal hasil yang substansial ini membuat obligasi Indonesia tetap menarik dan memberi ruang bagi BI untuk menurunkan suku bunga lebih lanjut. Secara bersamaan, BI telah secara aktif turun tangan untuk mendukung Rupiah melalui intervensi pasar valas, DNDF, dan pembelian INDO GB di pasar sekunder," mengutip riset Mirae Asset Sekuritas.
Sumber: liputan6.com