![]() |
Oleh: Kadarisman - Presidium Majelis Daerah KAHMI Tabalong
GELAP masih menjadi tabir. Terang belum sepenuhnya hadir. Kisah kesetaraan perempuan masih menyisakan getir. Meritokrasi dan pencapaian perempuan Indonesia di pelbagai bidang tak boleh menutup mata kita, bahwa kekerasan terhadap perempuan masih terjadi.
Komnas Perempuan mengungkapkan kekerasan terhadap perempuan naik. Tahun 2024 jumlahnya 440.502 kasus. Itu baru yang tercatat. Jumlah yang tidak tercatat tak terhitung. Seperti fenomena gunung es, jumlah sebenarnya jauh berlipat-lipat di atas angka itu.
Dalam konteks ini, perempuan Indonesia sejatinya masih berada dalam gelap. Sumber-sumber kekuasaan patriarki dan kekuasaan dalam penyelenggara negara masih menjadi ancaman terbesar kemerdekaan perempuan untuk lepas dari kekerasan. Fenomena tersebut terjadi di seluruh daerah Indonesia, bahkan di tanah Banua kita sendiri.
Masih terngiang dalam ingatan bagaimana seornag mahasiswi ULM menjadi korban oknum polisi. Korban yang magang di Polresta Banjarmasin tahun 2021 silam direnggut keperawananya oleh seorang yang ditugasi negara melindungi warga negara.
Kekerasan yang menyasar perempuan l juga menjerat Kapolres Ngada NTT. Beberapa anak dan perempuan dewasa jadi korbannya. Kini oknum bhayangkara itu menjalani status tersangka oleh institusinya sendiri.
Baru ini, sebulan lalu, perempuan kembali menjadi korban. Seorang wartawati di Banjarbaru kehilangan nyawa dan mengalami pemerkosaan sebelumnya oleh oknum TNI AL. Lagi-lagi pelakunya dari seorang yang selama ini dibiayai negara agar terlatih. Tapi sayang keterlatihan itu digunakan memperdaya perempuan.
Hingga kini potensi kekerasan lahir dari yang tidak seharusnya terjadi, seperti suaminya sendiri yang seharusnya menjadi tempat berteduh, oknum tokoh agama tempat orang belajar agama, guru, dokter hingga dosen dan profesor.
Masih baru terjadi, bulan lalu seorang dokter PPDS anestesi, Universitas Padjajaran menggunakan kekuasaannya sebagai dokter bius untuk melakukan kekerasan pada keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung. Otoritas sebagai dokter dia selewengkan untuk merenggut keperawanan orang lain dalam kondisi terbius.
Itu juga dilakukan oleh seorang profesor, guru besar farmasi Universitas Gadjah Mada. Korbannya tidak tanggung - tanggung, yakni 13 mahasiswi. Otoritas yang diberikan negara digunakan untuk memperdaya wanita.
Kekerasan dan kekerasan terhadap perempuan terjadi dan terus meningkat. Di Kalimantan Selatan sendiri budaya patriarki berkontribusi atas 500 kasus lebih kekerasan terhadap perempuan dua tahun yang lalu. Di Tabalong kekerasan juga mengalami peningkatan menjadi 53 kasus tahun 2025 dari 40 kasus tahun 2024.
Melihat rentetan data tersebut maka tahun 2025 Kartini masih akan menangis. Tidak lagi penting seberapa banyak perempuan ber-emansipasi ke dalam berbagai bidang kehidupan, namun yang penting berapa kasus kekerasan terhadap mereka sampai ke meja peradilan.
Ada banyak Kartini lainnya yang menangis dalam sunyi dan tanpa bunyi, sebab jumlah angka kasus kekerasan tidak sebanding dengan jumlah yang diproses oleh penyidik di institusi penuntutan negara.
Banyak perempuan belum merdeka. Mereka sedang terjajah oleh orang - orang terdekatnya, lingkungan bahkan oleh kurangnya keberpihakan hukum terhadap mereka.
Kasus kekerasan kerap mentok di meja mediasi. Alasan jalan restorative justice diambil agar semuanya menjadi ringan. Penyidik tidak direpotkan dan pihak perempuan kembali pada lelakinya untuk mengalami kekerasan kembali. Begitu terjadi berulang.
Aparat penegak hukum tak pernah memposisikan korban kekerasan perempuan sebagai tanggungjawab negara, dimana penyidik dapat hadir tanpa menunggu laporan korbannya.
Kekerasan terhadap perempuan tergolong tindak pidana murni yang mesti didorong, sampai nanti pengadilan memutuskan penilaiannya sebagai bentuk pengajaran, efek jera dan penyadaran publik.
Peringatan Hari Kartini boleh saja dirayakan dengan segudang pencapaian kesetaraan di semua bidang atau dengan pertunjukkan fashion kebaya dan sejenisnya, tetapi sadarilah bahwa, banyak Kartini masih menangis dalm tabir sepi. Selamat Hari Kartini, bebaskan perempuan dari kekerasan.***